Sabtu, 24 November 2012

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (disingkat LIPI) merupakan Lembaga Pemerintah Non Kementerian Republik Indonesiayang dikoordinasikan oleh Kementerian Negara Riset dan Teknologi.


Sejarah

Kegiatan ilmiah di Indonesia dimulai pada abad ke-16 oleh Jacob Bontius, yang mempelajari flora Indonesia dan Rompiusdengan karyanya yang terkenal berjudul Herbarium Amboinese. Pada akhir abad ke-18 dibentuk Bataviaasch Genotschap van Wetenschappen. Dalam tahun 1817, C.G.L. Reinwardt mendirikan Kebun Raya Indonesia (S\'land Plantentuin) di Bogor. Pada tahun 1928 Pemerintah Hindia Belanda membentuk Natuurwetenschappelijk Raad voor Nederlandsch Indie. Kemudian tahun 1948 diubah menjadi Organisatie voor Natuurwetenschappelijk onderzoek (Organisasi untuk Penyelidikan dalam Ilmu Pengetahuan Alam, yang dikenal dengan OPIPA). Badan ini menjalankan tugasnya hingga tahun 1956.
Pada tahun 1956, melalui UU no. 6 tahun 1956 pemerintah Indonesia membentuk Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia (MIPI) dengan tugas pokok:
  1. Membimbing perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
  2. Memberi pertimbangan kepada pemerintah dalam hal kebijaksanaan ilmu pengetahuan.
Kemudian pada tahun 1962 pemerintah membentuk Departemen Urusan Riset Nasional (DURENAS) dan menempatkan MIPI didalamnya dengan tugas tambahan: membangun dan mengasuh beberapa Lembaga Riset Nasional. Dan tahun 1966 pemerintah mengubah status DURENAS menjadi Lembaga Riset Nasional (LEMRENAS).
Pada bulan Agustus 1967 pemerintah membubarkan LEMRENAS dan MIPI dengan SK Presiden RI no. 128 tahun 1967, kemudian berdasarkan Keputusan MPRS no. 18/B/1967 pemerintah membentuk Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan menampung seluruh tugas LEMRENAS dan MIPI, dengan tugas pokok sebagai berikut:
  1. Membimbing perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berakar di Indonesia agar dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan rakyat Indonesia pada khususnya dan umat manusia pada umumnya.
  2. Mencari kebenaran ilmiah di mana kebebasan ilmiah, kebebasan penelitian serta kebebasan mimbar diakui dan dijamin, sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
  3. Mempersiapkan pembentukan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (sejak 1991 tugas pokok ini selanjutnya ditangani oleh Menteri Negara Riset dan Teknologi dengan Keppres no. 179 tahun 1991).
Sejalan dengan perkembangan kemampuan nasional dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, organisasi lembaga-lembaga ilmiah di Indonesia telah pula mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Oleh sebab itu dipandang perlu untuk mengadakan peninjauan dan penyesuaian tugas pokok dan fungsi serta susunan organisasi LIPI sesuai dengan tahap dan arah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka Keppres no. 128 tahun 1967, tanggal 23 Agustus 1967 diubah dengan Keppres no. 43 tahun 1985, dan dalam rangka penyempurnaan lebih lanjut, tanggal 13 Januari 1986 ditetpkan Keppres no. 1 tahun 1986 tentang Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, dan terakhir dengan Keppres no. 103 tahun 2001

[sunting]Kewenangan

Dalam hubungannya dengan konservasi lingkungan hidup, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia berwenang untuk memberikan rekomendasi kepada pemerintah RI tentang penetapan daftar klasifikasi, kuota penangkapan dan perdagangan termasuk ekspor, re-ekspor, imporintroduksi dari laut, semua spesimen tumbuhan dan satwa liar; memonitor izin perdagangan dan realisasi perdagangan, serta memberikan rekomendasi kepada pemerintah tentang pembatasan pemberian izin perdagangan tumbuhan dan satwa liar berdasarkan evaluasi secara biologis; dan bertindak sebagai pihak yang independen memberikan rekomendasi terhadap konvensi internasional di bidang konservasi tumbuhan dan satwa liar.

[sunting]Rekrutmen

Sivitas permanen LIPI berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS). Oleh karenanya sistem penerimaan pegawai baru mengikuti aturan yang berlaku secara nasional. Namun, di LIPI sejak tahun 2004, seluruh proses penerimaan pegawai baru dilakukan secara online penuh memakai Sistem Informasi Penerimaan CPNS - SIPC LIPI untuk memudahkan akses dan transparansi publik.

[sunting]Lomba-lomba yang diselenggarakan oleh LIPI

LIPI banyak menyelenggarakan lomba-lomba terkait penelitian dan karya tulis ilmiah untuk semua level (siswa, mahasiswa, peneliti yunior, dll). Seluruh informasi tersedia untuk publik di Kompetisi Ilmiah LIPI.
  • Lomba Karya Ilmiah Remaja - LKIR (tahunan sejak 1968)
  • Lomba Kreatifitas Guru - LKG (tahunan sejak 1992)
  • Pemilihan Peneliti Muda Indonesia - PPMI (tahunan sejak 1990)
  • Perkemahan Ilmiah Remaja - PIR (tahunan sejak 2001)

[sunting]Organisasi LIPI

[sunting]Daftar Kepala LIPI

  1. Sarwono Prawirohardjo (1969 - 1973)
  2. Tb. Bachtiar Rifai (1973 - 1984)
  3. Doddy A. Tisna Amidjaja (1984 - 1989)
  4. Samaun Samadikun (1989 - 1994)
  5. Sofyan Tsauri (1994 - 1999)
  6. Taufik Abdullah (1999 - 2002)
  7. Umar Anggara Jenie (2002 - 2010)
  8. Lukman Hakim (2010 - sekarang)

[sunting]Non-struktural

[sunting]Layanan publik

Sebagai salah satu bentuk komitmen LIPI untuk melayani publik khususnya di bidang dan kegiatan terkait ilmiah, LIPI menyediakan beragam sarana yang bisa diakses publik dan sebagian besar secara gratis, yaitu :
Selain itu LIPI juga menyediakan aneka portal ilmiah publik aneka bidang kajian ilmu, yaitu :
  • fisik@net (referensi fisika utama)
  • komput@si (perangkat pembantu sains)
  • energi (portal energi Indonesia)
  • indoTeX (standar typesetting ilmiah global)
  • infoH@KI (informasi Hak atas Kekayaan Intelektual)
  • opto (info terkait kajian opto)
  • kimi@net (portal kimia Indonesia)
  • nano (portal nano teknologi dan sains)
  • NBIN (jaringan biodiversitas Indonesia)
  • instrument@si (info instrumentasi)

[sunting]Afiliasi LIPI

Secara kelembagaan, LIPI juga menaungi baik langsung maupun tidak langsung beberapa organisasi terkait aktivitas ilmiah di tanah air, antara lain:

[sunting]Referensi

  • Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 11 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen.
  • Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar.


http://id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_Ilmu_Pengetahuan_Indonesia

Rabu, 14 November 2012

ETIKA UTILITARISME


Utilitarisme

Utilitarisme berasal dari kata Latin utilis yang berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Dapat dipahami pula utilarisme sangat menekankan pentingnya konsekuensi perbuatan dalam menilai baik buruknya suatu perbuatan.
Kita dapat menyimpulkan bahwa utilitarisme aturan membatasi diri dari pada justifikasi aturan-aturan moral. Dengan demikian mereka memang dapat menghindari kesulitan dari utilitarisme perbuatan
Teori ini menjadi terkenal sejak disistematisasikan oleh filsuf Inggris bernama John Stuart Mill dalam bukunya yang berjudul On Liberty. Sesuai dengan namanya utilitarisme berasal dari kata utility dengan bahasa latinnya utilis yang artinya “bermanfaat”. Teori ini menekankan pada perbuatan yang menghasilkan manfaat, tentu bukan sembarang manfaat tetapi manfaat yang paling banyak membawa kebahagiaan bagi banyak orang.

Dikaitkan dengan demokrasi tampaknya teori ini erat kaitannya. Dalam pemilihan suara pada Pemilihan Umum (PEMILU) suatu negara yang menganut asas demokrasi, calon presiden dengan suara terbanyak adalah presiden yang memenangkan pemilu. Meski pun perbandingannya hanya 49% dengan 51% tetap saja calon yang memperoleh suara terbanyak akan menang. Demikian pula dengan implementasi utilitarisme

Meski pun sudah dialami manfaat dari utilitarisme bukan berarti utilitarisme secara teoritis tidak memiliki masalah. Jika semua yang dikategorikan sebagai baik hanya diperoleh dari manfaat terbanyak bagi orang terbanyak, maka apakah akan ada orang yang dikorbankan? Anggap saja ada anjing gila, anjing tersebut suka menggigit orang yang lewat. 7 dari 10 orang menyarankan anjing tersebut dibunuh sedangkan 3 lainnya menyarankan dibunuh. Penganut utilitarisme akan menjawab tentu yang baik jika anjing itu dibunuh. Lalu saran 3 orang tadi dikemanakan? Apakah mereka harus menerima itu begitu saja? Kalau menurut teori ini YA.

Kasus di atas hanyalah sebatas anjing bagaimana jika manusia? Bukan tidak mungkin hal ini terjadi bahkan sudah terjadi, tentu dalam perkembangan peradaban ada sejarah diskriminasi ras mau pun etnis. Kasus diskriminasi ras kulit hitam dan diskriminasi etnis Tionghoa sebelum tahun 1997 tampaknya tidak terdengar asing lagi di telinga. Salah satu sebab mereka didiskriminasikan karena mereka minoritas, dan mayoritas berhak atas mereka. Oleh utilitarisme hal ini dibenarkan selama diskriminasi membawa manfaat.

Dibalik kengerian dari aplikasi teori utilitarisme ini, ada pula hal yang melegakan. Salah satunya adalah ketika berkenaan dengan bisnis dan keuangan. Perhitungan ala utilitaris ini dapat berlaku sebagai tinjauan atas keputusan yang akan diambil. Mengingat dalam keuangan yang ada kebanyakan adalah angka-angka, jadi keputusan dapat diambil secara mudah berdasarkan jumlah terbanyak bagi manfaat terbanyak.

Teori ini juga dikatakan sebagai konsekuensionalisme karena segala keputusan diambil atas tinjauan konsekuensi. Konsekuensi paling menguntungkan adalah konsekuensi yang akan diambil
Di lain pihak kesulitan itu tidak boleh dilebih-lebihkan. Dalam teori memang sulit sekali memperbandingkan nilai-nilai yang berlainan secara kualitatif. Namun dalam praktek hidup sehari-hari biasanya kita kurang lebih dapat menentukannya, baik bagi diri kita sendiri maupun bagi orang lain. Dalam praktek hidup sehari-hari kurang lebih kita dapat menentukan mana yang akan membawa akibat baik lebih besar (dalam arti lebih menyenangkan): pergi menonton film, makan sate ayam bersama teman, atau baca-baca di rumah sambil mendengarkan musik yang kita senangi. Mana yang baik dan mana yang buruk (dilihat dari kuantitas dan kualitas rasa senangnya) akan sangat tergantung situasi. Pergi menonton film bisa sangat menyenangkan, tetapi kalau untuk itu harus pergi dengan naik sepeda di tengah hujan lebat ya lebih baik tinggal di rumah untuk baca-baca sambil mendengarkan musik yang kita senangi.


Ciri Umum
Kalau mengingat pengertian di atas, maka ciri umum aliran ini adalah bersifat kritis, rasional, teleologis, dan universal. Utilatarisme sebagai teori etika normatif merupakan suatu teori yang kritis, karena menolak untuk taat terhadap norma-norma atau peraturan moral yang berlaku begitu saja dan sebaliknya menuntut agar diperlihatkan mengapa sesuatu itu tidak boleh atau diwajibkan. Teori etika ini tidak mengakui abahwa ada tindakan-tindakan yang pada dirinya sendiri wajib untuk dilakukan atau yang pada dirinya sendiri dilarang. Pada dirinya sendiri semua tindakan ataupun peraturan itu netral. Yang memberi nilai moral kepada tindakan-tindakan atau peraturan tersebut adalah akibat-akibatnya. Sebagai contoh misalnya, para penganut aliran ini tidak dapat menerima bahwa hubungan seks di luar perkawinan itu bagaimanapun juga pada dirinya sendiri tidak pernah dapat dibenarkan secara moral. Mereka akan bertanya, mengapa tidak boleh melakukan hubungan seks di luar perkawinan; mereka menuntut agar diberikan alasan-alasan yang masuk akal. Karena tuntutan ini, Utilitarisme juga berciri umum rasional. Bagi kaum Utilitarian, hubungan seks di luar perkawinan itu secara moral tidak dapat dibenarkan baru kalau ada alasan yang masuk akal, yakni bila setelah dipertimbangkan, dalam kenyataan, akibat-akibat buruk dari hubungan seks di luar perkawinan lebih banyak daripada akibat baiknya. Akan tetapi kalau setelah dipertimbangkan ternyata bahwa akibat baik dari hubungan seks di luar perkawinan itu lebih banyak daripada akibat buruknya, maka, menurut kaum Utilitarian, hubungan seks di luar perkawinan justru wajib dilaksanakan.
Karena sifat kritis dan rasional yang seperti itu, Utilitarisme dalam kalangan etika tradisional dialami sebagai kritik yang membahayakan. Daripada menerima aturan-aturan tradisional begitu saja, Utilitarisme menuntut agar peraturan-peraturan yang ada dipertang-gungjawabkan berdasarkan manfaatnya bagi banyak orang, dan apabila pertanggungjawaban itu tidak dapat dilakukan, peraturan tersebut supaya dilepaskan saja.
Utilitarisme juga bersifat teleologis, karena benar-salahnya suatu tindakan secara moral dikaitkan dengan tujuan (telos) yang mau dicapai atau dengan memperhitungkan apakah akibat baik tindakan tersebut lebih banyak daripada akibat buruknya. Hal ini berbeda sekali dengan etika normatif yang bersifat deontologis. Seperti masihh akan kita lihat kemudian, bagi para penganut etika deontologis ada tindakan-tindakan tertentu yang pada dirinya sendiri tidak pernah dapat dibenarkan secara moral, entah apa pun akibat tindakan tersebut. Bagi mereka norma-norma moral selalu wajib diataati begitu saja tanpa mempertimbangkan apakah akibatnya menguntungkan atau merugikan. Dalam kasus di atas, bagi para penganut etika deontologis, melakukan hubungan seks di luar perkawinan bagaimanapun juga secara moral tidak pernah dapat dibenarkan. Mereka secara prinsipial menolak bahwa tujuan menentukan kualitas moral, maka tidak dapat dipersoalkan lagi dari segi akibat tindakan.
Utilitarisme juga bersifat universal dalam arti teori etika ini memperhatikan kepentingan umum dan bukan hanya kepentingan pribadi si pelaku moral sebagaimana dikemukakan oleh Egoisme Etis. Dibandingkan dengan Egoisme Etis maupun Etika Pengembangan Diri Aristoteles yang masih belum bebas dari ciri egoistik, Utilitarisme menekankan agar pertimbangan mengenai akibat baik atau manfaat yang akan diperoleh dari suatu pilihan tindakan itu, sedapat mungkin, sejauh dapat diperhitungkan, memperhatikan semua orang yang terlibat dalam tindakan tersebut atau terkenai olehnya. Suatu
tindakan secara moral benar dan wajib dilakukan kalau akibat tindakan tersebut membawa keuntungan yang semakin besar bagi semakin banyak orang (the greatest good to the greatest number). Dengan demikian Utilitarisme mengatasi egoisme dan membenarkan sikap-sikap sosial. Utilitarisme membenarkan bahwa pengorbanan kepentingan atau nikmatnya sendiri demi orang lain dapat merupakan tindakan yang paling tinggi nilai moralnya.
Berkaitan dengan tekanan pada memperhatikan kepentingan umum dan membenarkan adanya pengorbanan kepentingan dan nikmat pribadi demi kepentingan dan nikmat orang banyak, Utilitarisme sebagai dasar berargumentasi seringkalai, sadar atau tidak sadar, dijadikan acuan dalam banyak pengambilan kebijakan sosial-politik. Kalau kita melakukan alanisis sosial untuk mengkaji mengapa pemerintah memutuskan untuk menggusur sebuah perkampungan demi pembuatan jalan atau demi pengaturan tata kota dan pembangan kawasan bisnis, alasan yang dikemukakan biasanya bersifat utilitarian. Kerugian yang diderita oleh sekelompok orang yang terkena penggusuran dapat dibenarkan demi keuntungan bagi semakin banyak orang. Karena prinsip utilitarian banyak digunakan dalam pengambilan kebijakan soail-politik dan dalam kehidupan bersama sehari-hari, maka kiranya baik bahwa prinsip ini kita analisis secara cermat dan kita tanggapi secara kritis.
3. Macam
Biasanya dibedakan dua macam teori etika normatif Utilitarisme, yakni Utilitarisme Tindakan dan Utilitarisme Peraturan.
a. Utilitarisme Tindakan
Utilitarisme sebagaimana lazimnya dipahami adalah Utilitarisme Tindakan. Kaidah dasarnya dapat dirumuskan sebagai berikut: "Bertindaklah sedemikian rupa sehingga setiap tindakanmu itu menghasilkan akibat-akibat baik yang lebih besar di dunia daripada akibat buruknya". Bagi penganut aliran ini, pertanyaan pokok yang perlu diajukan dalam mempertimbangkan suatu tindakan tertentu adalah: "Apakah tindakanku yang tertentu ini, pada situasi seperti ini, kalau memperhatikan semua pihak yang tersangkut, akan membawa akibat baik yang lebih besar daripada akibat buruknya?" Bagi Utilitarisme Tindakan tidak ada peraturan umum yang dengan sendirinya berlaku; setiap tindakan mesti dipertimbangkan akibatnya.
Utilitarisme Tindakan sudah banyak dikritik dan hampir tidak ada yang membelanya lagi. Alasanyannya adalah: dalam praktek orang tidak setiap kali membuat pertimbangan baru untuk melihat akibat-akibat dari setiap tindakan. Sulit dibayangkan bahwa orang dapat hidup tanpa peraturan sama sekali. Setiap pernyataan moral mengandung unsur bahwa pada prinsipnya dapat berlaku untuk tindakan-tindakan lain yang sejenis walaupun akibatnya mungkin tidak persis sama. Utilitarisme tindakan dengan mudah dapat dipakai untuk membenarkan tindakan yang melanggar hukum dengan alasan bahwa akibatnya membawa keuntungan bagi lebih banyak orang daripada akibat buruknya. Misalnya berdasarkan prinsip itu seseorang dapat dibenarkan untuk mencuri satu kaleng roti dari supermarket Hero untuk diberikan kepada beberapa orang gelandangan yang kelaparan. Kalau hanya memperhitungkan akibatnya, kerugian yang diderita oleh supermarket Hero akan tidak seberapa dibandingkan dengan keuntungan memberi makan pada beberapa orang gelandangan yang kelaparan.

Selain itu, seperti pernah ditunjukkan oleh Ross dan Butler,[1] kalau hanya akibat dari tindakan saja yang diperhitungkan tanpa memperhitungkan apakah sesuai atau tidak dengan peraturan atau norma yang berlaku, maka orang akan sampai pada suatu kesimpulan yang aneh. Sebagai contoh, misalnya tindakan A membawa akibat yang persis sama dengan tindakan B. Akan tetapi tindakan B melibatkan suatu pelanggaran peraturan (misalnya dengan berlaku tidak adil atau tidak jujur), sedangkan yang A tidak. Kalau dasar pertimbangannya hanya berdasarkan akibat dari tindakan saja, padahal akibat tindakan A persis sama dengan tindakan B, maka logis orang secara moral bebas memilih A atau B. Dalam praktek sudah jelas bahwa tindakan A lah yang benar dan B salah.
b. Utilitarisme Peraturan
Untuk mengatasi kelemahan pokok di atas, maka kemudian dikembangkanlah macam etika Utilitarian yang kedua, yakni Utilitarisme Peraturan. Dalam teori ini yang diperhitungkan bukan lagi akibat baik dan buruk dari masing-masing tindakan sendiri, melainkan dari peraturan umum yang mendasari tindakan itu. Jadi yang dipersoalkan sekarang adalah akibat-akibat baik dan buruk dari suatu peraturan kalau berlaku umum. Kaidah dasarnya sekarang berbunyi: "Bertindaklah selalu sesuai dengan kaidah-kaidah yang penerapannya menghasilkan akibat baik yang lebih besar di dunia ini daripada akibat buruknya."
Kalau kaidah ini diterapkan pada kasus pencurian satu kaleng roti di supermarket Hero tadi menjadi nyata bahwa tindakan itu tidak dapat dibenarkan secara moral. Hal ini menjadi jelas dari kenyataan bahwa pernyataan "Mengambil barang dari toko besar tanpa bayar boleh dilakukan asal untuk orang miskin" tidak dapat kita jadikan sebagai kaidah atau peraturan yang berlaku umum. Sebab kalau pernyataan itu kita jadikan kaidah yang berlaku umum, dapat dipastikan bahwa akibat buruknya justru lebih besar daripada akibat baiknya. Demikianlah Utilitarisme Peraturan jauh lebih keras dan lebih dapat diterima daripada Utilitarisme Tindakan.
4. Tanggapan kritis
a. Kesulitan menentukan nilai suatu akibat
Karena Utilitarisme mengkaitkan moralitas suatu tindakan dengan jumlah akibat baik yang melebihi akibat buruknya, maka pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana nilai suatu akibat itu dapat ditentukan. Pertanyaan ini harus dapat dijawab kalau kaidah utilitarisme mau dipakai. Kalau kita mau memakai kelebihan akibat baik terhadap akibat buruk sebagai tolok ukur moral, maka kita harus tahu apa arti "lebih besar" dalam hubungan dengan nilai. Bagaimana cara menghitung lebih besarnya akibat-akibat baik atau buruk? Kalau kita membatasi diri pada pembandingan akibat tindakan dari segi nilai kenikmatan (hedonistik) saja rupanya perbandingan kuantitas sudah menghadapi kesulitan. Rasa nikmat ada bermacam-macam dan sulit dibandingkan: kenikmatan karena memuaskan nafsu makan, nafsu seks, nafsu marah, nafsu balas dendam; kenikmatan tidur, kenikmatan merokok, naik gunung, berenang dsb. Kesulitan menjadi lebih besar lagi kalau masih harus membandingkan besar-kecilnya akibat baik dan akibat buruk yang ditimbulkannya. Sebagai contoh misalnya, sulit sekali untuk menentukan mana dari kemungkinan tindakan berikut yang paling besar membawa  kenikmatan sebagai akibatnya: pergi menonton film, makan sate ayam bersama teman, baca-baca sambil mendengarkan musik yang kita senangi, mendengarkan siaran wayang sambil main gaple?
Untuk menjawab pertanyaan semacam itu, Jeremy Bentham (1748-1832), seorang tokoh Utilitarian yang hedonis dari Inggris, misalnya mencoba untuk memperhitungkan "nilai senang: dari pelbagi kegiatan manusia guna dapat diperbandingkan jumlahnya satu sama lain. Ia mengemukan ada tujuh dimensi yang perlu diperhatikan dalam perhitungan (hedonic calculus) tersebut, yakni intensitasnya, lamanya berlangsung, kepastiannya, kedekatannya dengan kecondongan pribadi, kesuburannya, kemurniannya, dan keluasannya. Hasil perhitungan semacam itu tidak meyakinkan. Maka tokoh Utilitarian lain, John Stuart Mill (1806-1873) dalam karangannya yang terkenal Utilitarianism (yang pertama-tama merumuskan teori Utilitarisme secara khusus) mengakui bahwa usaha semacam itu tidak dapat berhasil. Ia memasukkan unsur baru ke dalam perhitungan, yaitu unsur "kualitas" di samping unsur "kuantitas". Akan tetapi, dengan berbuat demikian suatu "perhitungan" tepat tentang jumlah akibat baik dan akibat buruk menjadi sama sekali tidak mungkin lagi.
Di lain pihak kesulitan itu tidak boleh dilebih-lebihkan. Dalam teori memang sulit sekali memperbandingkan nilai-nilai yang berlainan secara kualitatif. Namun dalam praktek hidup sehari-hari biasanya kita kurang lebih dapat menentukannya, baik bagi diri kita sendiri maupun bagi orang lain. Dalam praktek hidup sehari-hari kurang lebih kita dapat menentukan mana yang akan membawa akibat baik lebih besar (dalam arti lebih menyenangkan): pergi menonton film, makan sate ayam bersama teman, atau baca-baca di rumah sambil mendengarkan musik yang kita senangi. Mana yang baik dan mana yang buruk (dilihat dari kuantitas dan kualitas rasa senangnya) akan sangat tergantung situasi. Pergi menonton film bisa sangat menyenangkan, tetapi kalau untuk itu harus pergi dengan naik sepeda di tengah hujan lebat ya lebih baik tinggal di rumah untuk baca-baca sambil mendengarkan musik yang kita senangi.
c. Bertentangan dengan prinsip keadilan
Keberatan paling pokok yang biasa dikemukakan terhadap teori etika Utilitarisme adalah bahwa kaidah dasar yang dikemukakan oleh teori tersebut dapat bertentangan dengan prinsip keadilan. Keberatan ini adalah keberatan yang secara kritis dapat dikemukakan terhadap penentuan kebijakan pemerintah atau penguasa yang mengambil prinsip atau kaidah utilitarian sebagai pokok acuan untuk berargumentasi. Sebagai contoh misalnya dalam suatu proyek pembuatan jalan tol, keluarga Sukri terkena gusur. Ia tidak mau membongkar rumahnya dan berpindah tempat karena ia merasa diperlakukan tidak adil. Uang ganti rugi yang ia peroleh jauh dari mencukupi untuk dapat membeli rumah yang kurang lebih sama di tempat lain. Ia juga merasa jengkel karena ini sudah kedua kalinya ia terkena gusur. Dulu sebelum membeli tanah dan membangun rumah di tempat itu ia sudah bertanya pada dinas tatakota tentang rencana pembangunan kota, dan ia mendapat jawaban bahwa daerah itu aman. Ternyata, baru beberapa tahun sudah ada perubahan.
Setelah perundingan yang alot, akhirnya pemerintah daerah memberikan ultimatum pada Sukri bahwa bagaimanapun juga proyek harus jalan, dan kalau pada tanggal tertentu Sukri dan keluarganya tidak pindah, maka rumahnya akan dibuldozer dengan paksa. Dalam membela tindakannya, pihak pemda selalu menyatakan bahwa Sukri terlalu mendahulukan kepentingannya sendiri dan tidak mempedulikan kepentingan umum. Pemda sebenarnya tidak mau merugikan Sukri, tetapi tidak ada jalan lain. Sukri semestinya sadar bahwa kerugian yang dia tanggung tidaklah seberapa dibandingkan dengan keuntungan yang akan dapat dinikmati oleh orang banyak dengan adanya jalan tol di daerah itu.
Berdasarkan prinsip Utilitarian, penalaran aparat pemda di atas logis dan dapat dibenarkan. Akan tetapi prinsip tersebut bertentangan dengan prinsip keadilan, karena menurut prinsip keadilan setiap manusia sebagai seorang pribadi (persona) itu bernilai dan merupakan tujuan dalam dirinya sendiri. Manusia sebagai seorang pribadi tidak pernah boleh dikorbankan demi manusia lain. Ia mempunyai hak asasi yang sama dengan manusia lain. Ini berarti bahwa dalam kasus di atas, Sukri sebagai seorang pribadi mempunyai hak-hak asasi yang harus dihormati pula oleh pihak pemda. Menjadikan dia dan keluarganya sebagai "tumbal" yang harus dikorbankan demi kesejahteraan banyak orang lain, secara moral tidak dapat diterima.
Tidak memadainya prinsip Utilitarian sebagai prinsip moral karena bertentangan dengan prinsip keadilan juga nampak dalam kasus lain sebagai berikut: Menjelang Pemilu biasanya situasi agak rawan dan adanya "gang" atau kelompok-kelompok "gali" yang merampok dan membuat kerusuhan akan mudah ditunggangi oleh mereka yang sengaja mau mengacaukan keadaan. Maka demi menjaga ketenangan masyarakat dan mengamankan Pemilu diadakanlah operasi penertiban keamanan masyarakat. Orang-orang yang dicurigai sebagai "gali" dan perusuh langsung diculik dan dijebloskan ke dalam penjara atau malah ada yang secara misterius hilang dan tahu-tahu sudah diketemukan sebagai mayat di suatu tempat. Operasi tersebut secara pragmatik-utilitarian sepertinya menguntungkan bagi masyarakat. Banyak anggota masyarakat merasa senang karena mereka tidak diganggu lagi oleh para "gali" tersebut. Yang dirugikan hanyalah orang-orang yang dituduh ataupun dicap sebagai "gali".Apa yang secara pragmatik-utilitarian nampaknya menguntungkan banyak orang itu sebenarnya secara moral tidak dapat dibenarkan, karena bertentangan dengan prinsip keadilan. Orang yang dituduh "gali" pun adalah manusia yang memiliki hak-hak asasi yang tidak dapat dilanggar begitu saja. Kendati jumlah mereka relatif sedikit dibandingkan dengan keseluruhan penduduk, dan di antara mereka memang mungkin ada yang sungguh-sungguh jahat, secara hukum mereka memiliki hak yang disebut "praduga tak bersalah", artinya sebelum terbukti melalui proses pengadilan bahwa seseorang itu bersalah, orang tidak boleh langsung menjatuhkan hukuman kepada mereka; apalagi hukuman yang tidak setimpal dengan perbuatan mereka. Bahwa banyak orang diuntungkan oleh tindakan menghukum orang-orang itu, secara moral tidak dengan sendirinya membenarkan tindakan tersebut. Tambahan pula, secara hukum pun tindakan macam itu dalam jangka panjang dapat merugikan, karena kepastian hukum lalu digoyahkan. Masyarakat akan dicengkam oleh rasa takut terhadap kesewenangan penguasa yang sepertinya dapat bertindak di luar jalur hukum bila dipertimbangkan bahwa kepentingan umum menuntutnya.

Jumat, 09 November 2012

Makalah Korupsi


MAKALAH



KORUPSI




RIZKY RENANDA ADITYA (12209431)

NANDI SETIADI (12209605)

RADEN PRASDWIKA ISWARA (13209054)

4 EA 15




ETIKA BISNIS








FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS GUNADARMA
KATA PENGANTAR


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Korupsi”.

Makalah ini berisikan tentang informasi  atau yang lebih khususnya membahas tentang sebab dan akibatnya dari tindakkan korupsi.Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang quantum .

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.





Bekasi Oktober 2012



Penyusun








Bab 1
Pendahuluan

Korupsi (bahasa latin: corruption dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus/politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur sebagai berikut:
§  perbuatan melawan hukum;
§  penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana;
§  memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi;
§  merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, di antaranya:
§  memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan);
§  penggelapan dalam jabatan;
§  pemerasan dalam jabatan;
§  ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara);
§  menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah/pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokarsi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas|kejahatan.
Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.
Menurut “Syed  Hussein Alatas” topologi korupsi ada 7, yaitu:

1. Korupsi transaktif yaitu korupsi yang menunjukan adanya kesepakatan tibal balik antarapihak yang memberi dan menerima demi keuntungan bersama dimana kedua pihak sama-sama aktif menjalankan tindak korupsi.

2. Korupsi ekstortif yaitu korupsi yang menyertakan bentuk-bentuk koersi tertentu dimanapihak pemberi dipaksa untuk menyuap agar tidak membahayakan diri, kepentingan, orang-orangnya atau hal-hal lain yang dihargainya.

3. Korupsi investif yaitu korupsi yang melibatkan suatu penawaran barang atau jasa tanpaadanya pertalian langsung dengan keuntungan tertentu yang diperoleh pemberi, selainkeuntungan yang di harapkan akan di peroleh di masa datang.

4. Korupsi nepotistik yaitu korupsi berupa pemberian perlakukan khusus pada teman atauyang mempunyai kedekatan hubungan dalam rangka menduduki jabatan publik. Dengan katalain mengutamakan kedekatan hubungan dan bertentangan dengan norma dan aturan yangberlaku.

5. Korupsi autigenik yaitu korupsi yang dilakukan individu karena mempunyai kesempatanuntuk memperoleh keuntungan dari pengetahuan dan pemahamannya atas sesuatu yang hanyadiketahui sendiri.

6. Korupsi suportif yaitu korupsi yang menicu penciptaan suasana yang kondusif untuk melindungi atau mempertahankan keberadaan tindak korupsi.

7. Korupsi defensif yaitu tindak korupsi yang terpaksa di lakukan dalam rangkamempertahankan diri dari pemerasan.Dengan beranjak dari topoligi korupsi tersebut maka kita dapat memperoleh kegunaan dalamderajat tertentu tuntuk mengidentifikasi fenomena korupsi.Kemunculan topologi tersebut tergantung dari faktor-faktor penentu terjadinya korupsi yangberbeda antar satu negara. Namun ramuan-ramuan kebijakan nasional yang ada, tradisibirokrasi, perkembangan dinamika politik dan sejarah sosial.







Bab 2
Analisis

 Sebab-Sebab Yang Melatarbelakangi Terjadinya Korupsi

Korupsi dapat terjadi karena beberapa factor yang mempengaruhipelaku korupsi itu sendiri atau yang biasa kita sebutkoruptor 
Adapun sebab-sebabnya, antara lain:
1.      Klasik 
a)      Ketiadaan dan kelemahan pemimpin. Ketidakmampuan pemimpinuntuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya, merupakan peluangbawahan melakukan korupsi. Pemimpin yang bodoh tidak mungkinmampu melakukan kontrol manajemen lembaganya.kelemahanpemimpin ini juga termasuk ke leadershipan, artinya, seorangpemimpin yang tidak memiliki karisma, akan mudah dipermainkananak buahnya. Leadership dibutuhkan untuk menumbuhkan rasa takut,ewuh poakewuhdi kalangan staf untuk melakukan penyimpangan.
b)      Kelemahan pengajaran dan etika. Hal ini terkait dengan sistempendidikan dan substansi pengajaran yang diberikan. Pola pengajaranetika dan moral lebih ditekankan pada pemahaman teoritis, tanpadisertai dengan bentuk-bentuk pengimplementasiannya.
c)      Kolonialisme dan penjajahan. Penjajah telah menjadikan bangsa inimenjadi bangsa yang tergantung, lebih memilih pasrah daripadaberusaha dan senantiasa menempatkan diri sebagai bawahan.Sementara, dalam pengembangan usaha, mereka lebih cenderungberlindung di balik kekuasaan (penjajah) dengan melakukan kolusidan nepotisme. Sifat dan kepribadian inilah yang menyebabkanmunculnya kecenderungan sebagian orang melakukan korupsi.
d)     Rendahnya pendidikan. Masalah ini sering pula sebagai penyebabtimbulnya korupsi. Minimnya ketrampilan, skill, dan kemampuanmembuka peluang usaha adalah wujud rendahnya pendidikan. Denganberbagai keterbatasan itulah mereka berupaya mencsri peluang denganmenggunakan kedudukannya untuk memperoleh keuntungan yangbesar. Yang dimaksud rendahnya pendidikan di sini adalah komitmenterhadap pendidikan yang dimiliki. Karena pada kenyataannya  koruptor rata-rata memiliki tingkat pendidikan yang memadai,kemampuan, dan skill.
e)      Kemiskinan. Keinginan yang berlebihan tanpa disertai instropeksi diriatas kemampuan dan modal yang dimiliki mengantarkan seseorangcenderung melakukan apa saja yang dapat mengangkat derajatnya.Atas keinginannya yang berlebihan ini, orang akan menggunakankesempatan untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya.
f)       Tidak adanya hukuman yang keras, seperti hukuman mati, seumurhidup atau di buang ke Pulau Nusakambangan. Hukuman sepertiitulah yang diperlukan untuk menuntaskan tindak korupsi.

g)      Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi.
2.      Modern
a)      Rendahnya Sumber Daya Manusia.Penyebab korupsi yang tergolong modern itu sebagai akibatrendahnya sumber daya manusia. Kelemahan SDM ada empatkomponen, sebagai berikut:
  1)      Bagian kepala, yakni menyangkut kemampuan seseorangmenguasai permasalahan yang berkaitan dengan sains dan knowledge.
 2)      Bagian hati, menyangkut komitmen moral masing-masingkomponen bangsa, baik dirinya maupun untuk kepentinganbangsa dan negara, kepentingan dunia usaha, dan kepentinganseluruh umat manusia.komitmen mengandung tanggung jawabuntuk melakukan sesuatu hanya yang terbaik dan menguntungkansemua pihak.
 3)      Aspek skill atau keterampilan, yakni kemampuan seseorangdalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.
 4)      Fisik atau kesehatan. Ini menyangkut kemanpuan seseorangmengemban tanggung jawab yang diberikan. Betapa punmemiliki kemampuan dan komitmen tinggi, tetapi bila tidak ditunjang dengan kesehatan yang prima, tidak mungkin standardalam mencapai tujuann
b)      Struktur Ekonomi Pada masa lalu struktur ekonomi yang terkait dengankebijakan ekonomi dan pengembangannya dilakukan secara bertahap.Sekarang tidak ada konsep itu lagi. Dihapus tanpa ada penggantinya,sehingga semuanya tidak karuan, tidak dijamin. Jadi, kita terlalumemporak-perandakan produk lama yang bagus

C.    Cara Memberantas Tindak Pidana Korupsi

1.      Strategi Preventif Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-halyang menjadi penyebab timbulnya korupsi. Setiap penyebab yangterindikasi harus dibuat upaya preventifnya, sehingga dapat meminimalkanpenyebab korupsi. Disamping itu perlu dibuat upaya yang dapatmeminimalkan peluang untuk melakukan korupsi dan upaya inimelibatkan banyak pihak dalam pelaksanaanya agar dapat berhasil danmampu mencegah adanya korupsi.
2.      Strategi Deduktif Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agarapabila suatu perbuatan korupsi terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebutakan dapat diketahui dalam waktu yang sesingkat-singkatnya danseakurat-akuratnya, sehingga dapat ditindaklanjuti dengan tepat. Dengandasar pemikiran ini banyak sistem yang harus dibenahi, sehingga sistem-sistem tersebut akan dapat berfungsi sebagai aturan yang cukup tepatmemberikan sinyal apabila terjadi suatu perbuatan korupsi. Hal ini sangatmembutuhkan adanya berbagai disiplin ilmu baik itu ilmu hukum,ekonomi maupun ilmu politik dan sosial.
3.      Strategi Represif Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkanuntuk memberikan sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepatkepada pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi. Dengan dasar pemikiranini proses penanganan korupsi sejak dari tahap penyelidikan, penyidikandan penuntutan sampai dengan peradilan perlu dikaji untuk dapatdisempurnakan di segala aspeknya, sehingga proses penanganan tersebutdapat dilakukan secara cepat dan tepat. Namun implementasinya harusdilakukan secara terintregasi.





















Bab 3
Kasus Tindakan Korupsi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim kecil yang dibentuk Komisi Pemberantasan Korupsi dengan Kepolisian kembali melakukan gelar perkara bersama terkait koordinasi pelimpahan berkas perkara korupsi Korlantas Porli, Selasa (16/10/2012) di Gedung KPK, Jakarta.
Kepala Sub Direktorat V Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komisaris Besar Erwanto Kurniadi mengatakan, berkas simulator segera dilimpahkan Polri ke KPK. "Berkas segera dilimpahkan," kata Erwanto di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta seusai gelar gelar perkara.
Menurut Erwanto, pertemuan tim kecil hari ini sudah menghasilkan kesimpulan. Namun, dia enggan menjelaskan lebih jauh soal hasil pertemuan tersebut. "Tanya saja deh KPK-nya," ujar Erwanto. Dikatakannya, dalam pertemuan tadi, tim kecil lebih banyak berdiskusi terkait perkara simulator SIM.
Pihak KPK diwakili Deputi Penindakan KPK Warih Sadono, sementara tim Kepolisian diwakili enam hingga tujuh orang Direktorat Tipikor Mabes Polri.
Seperti diberitakan sebelumnya, dalam rangka koordinasi pelimpahan kasus simulator SIM, KPK dan Kepolisian sepakat membentuk tim kecil yang akan membicarakan teknis pelimpahan kasus lebih detil. Tim kecil yang terbentuk kemarin itu kembali menggelar pertemuan hari ini di Gedung KPK.
Adapun pelimpahan kasus simulator SIM dari Kepolisian ke KPK merupakan salah satu arahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Kasus dugaan korupsi proyek simulator SIM di Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri 2011 ini sempat menuai polemik karena Kepolisian dan KPK sama-sama menyidik kasus tersebut.
Tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK juga dijadikan tersangka oleh Kepolisian. Ketiganya adalah Brigadir Jenderal Polisi Didik Purnomo, Sukotjo S Bambang, dan Budi Susanto. Atas kisruh perebutan wewenang dalam menangani kasu sini, Presiden Yudhoyono mengambil sikap dengan memerintahkan Kepolisian menyerahkan penanganan perkara tiga tersangka itu kepada KPK.


Bab 4
Penutup

A.    Kesimpulan
Korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yangsecara langsung merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsurdalam perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang memperkaya diridengan menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan uang negarauntuk kepentingannya.Adapun penyebabnya antara lain, ketiadaan dan kelemahan pemimpin,kelemahan pengajaran dan etika, kolonialisme, penjajahan rendahnyapendidikan, kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras, kelangkaanlingkungan yang subur untuk perilaku korupsi, rendahnya sumber dayamanusia, serta struktur ekonomi.Korupsi dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu bentuk, sifat,dan tujuan.Dampak korupsi dapat terjadi di berbagai bidang diantaranya, bidangdemokrasi, ekonomi, dan kesejahteraan negara.

B.     Saran
Sikap untuk menghindari korupsi seharusnya ditanamkan sejak dini.Dan pencegahan korupsi dapat dimulai dari hal yang kecil















Daftar Link